Saturday 9 April 2011

Tiba juga di Singapura

Kami tiba di Singapura pukul 10 pagi, lebih cepat 10menit dari jadwal semula. Wah, pilotnya ngebut rupanya. Sayangnya cuaca cerah ceria ketika kami berangkat dari bandara Adisucipto-Yogyakarta, tidak demikian adanya ketika mendarat di Changi Airport-Singapura. Pesawat sempat terguncang-guncang beberapa kali sebelum akhirnya mendarat dalam guyuran hujan. Fiuh, akhirnya menginjakkan kaki di negara lain. Satu hal yang paling menonjol, bandaranya bersih, sejuk dan tertib sekali. Banyak petunjuk arah yang jelas, sehingga bagi orang yang pertama kali bepergian jauh seperti saya, sama sekali tidak mengalami kesulitan harus menuju kemana setelah turun dari pesawat. Tidak ada calo yang berjejal menawarkan berbagai macam jasa. Kami menuju pemeriksaan imigrasi dengan tertib. Setelah mengisi kartu kedatangan, kami mengantri untuk bisa masuk ke Singapura. Biasanya kartu imigrasi dibagikan dan diisi di dalam pesawat. Karena pihak maskapai penerbangan mengaku kehabisan kartu kedatangan, maka para penumpang harus mengisi kartu kedatangan tepat sebelum loket pemeriksaan.

Tak perlu takut melewati pemeriksaan imigrasi selama kita berkunjung sesuai aturan. Apalagi jika sudah memiliki reservasi hotel dan tanggal kepulangan yang fixed, akan lebih mudah mendapatkan stempel ijin berkunjung selama 30 hari. Saya sempat memotret proses pemeriksaan di Imigrasi, yang sebenarnya tidak diperbolehkan (saya baru tahu kemudian ketika melihat ada gambar kamera dicoret). Untung tidak ditegur petugasnya, tapi untuk amannya lebih baik jangan meniru tindakan saya :-D

Membawa dua anak kecil jelas sangat menguntungkan. Setelah mengambil bagasi dan harus melewati pemeriksaan barang bawaan, kami diperlakukan dengan sangat baik dan sopan. Tanpa banyak pertanyaan, bahkan mendapatkan ucapan selamat berlibur dengan bonus senyum dari para petugasnya.

Untuk keluar dari bandara juga tidak ada kesulitan berarti. Petunjuknya sangat jelas, mau naik taksi, bis, atau MRT (Mass Rapid Transport). Dengan tujuan Orchard, kami sudah berencana untuk menggunakan MRT. Kebetulan teman kami meminjamkan 3 kartu Ez-link yang bisa digunakan untuk bepergian menggunakan beberapa kendaraan umum di Singapura. Untuk anak-anak dengan tinggi badan di bawah 90cm, tidak perlu membeli tiket. Cukup digendong saja melewati pintu masuk otomatis. Atau jika naik stroller, bisa melewati plafon khusus untuk penumpang dengan kereta dorong atau kursi roda. Bagi yang belum memiliki kartu Ez-link, bisa membeli di loket yang disediakan. Dengan harga 15$, kita mendapatkan kartu dengan isi 10$, 5$ merupakan harga kartu (non refundable). Kartu ini bisa diisi ulang (top up) di mesin isi ulang otomatis, atau isi ulang manual di loket dengan besaran minimal isi ulang 10$. Cara menggunakan kartu Ez-link dengan cara men-tap kartu di pintu masuk otomatis stasiun MRT, dan kemudian men-tap kembali di pintu keluar stasiun tujuan. Saldo kartu dengan otomatis akan berkurang sesuai dengan tarif antar stasiun antara 0.8$ hingga 2$ untuk jarak terjauh. Mirip dengan busway, ketika kita pindah kereta tapi tidak keluar dari stasiun, maka kita tidak perlu men-tap kartu kita. Mesin yang akan otomatis menghitung berapa tarif yang perlu kita bayar.

Perjalanan dengan MRT di hari kerja sekitar jam 11 siang sangat menyenangkan. Kereta kosong dan banyak bangku kosong. Jangan lupa, kita tidak diperbolehkan makan dan minum selama di dalam kereta. Pengecualian untuk anak batita, sepertinya boleh-boleh saja minum susu dari botol atau disusuin ibunya. Anak bungsu saya masih ngedot, dan pernah pada suatu ketika ketika di dalam MRT sakaw minta nyusu. Karena saya takut melanggar aturan –apalagi Singapura dikenal dengan kota denda- maka saya hanya bisa menghiburnya untuk menahan rasa hausnya. Agak rewel jadinya. Tapi ketika saya melihat anak penumpang lain menyusu di dalam kereta dorongnya, akhirnya saya beranikan diri memberikan dot susu pada si bungsu. Saya pikir jika nantinya didenda, ada temennya :-D

Kami tiba di apartemen di Orchard sekitar jam 12 siang. Pas waktunya makan siang. Karena kamar yang kami pesan masih dalam proses pembersihan, kami mencari makan siang di foodcourt yang terletak lantai dasar tempat kami menginap. Si sulung yang sedemikian terpincutnya dengan chicken rice yang dipesannya di pesawat, memilih untuk mencoba chicken rice asli Singapura. Harganya sekitar 4$. Nasi gurih dihidangkan dengan potongan ayam panggang dan semangkuk kuah kaldu. Ditambah segelas susu coklat seharga $1, si sulung puas sekali dengan pilihan menu makan siangnya.

Usai makan siang, kami naik ke apartemen untuk mandi dan merapikan barang bawaan. Selanjutnya kami siap berkeliling Singapura.

Sunday 6 March 2011

Packing list for kids


Dari packing list sebelumnya, berikut adalah barang-barang khusus untuk Reyhan :

1. Dokumen
a. Paspor (tersimpan juga filenya di USB dan email, in case something happen ini bisa membantu)
b. Polis asuransi perjalanan
c. Surat konfirmasi pembelian : tiket pesawat, tiket kereta api, tiket masuk tempat wisata, kartu pass
d. Diary, untuk mencatat segala sesuatu selama traveling
(Poin a-c disimpan oleh saya)

2. Barang Elektronik
a. Notebook, handphone, PSP (PlayStation Portable), Alfalink (kamus elektronik multilingual)
b. Charger (untuk PSP, Alfalink, HP, NB), USB, Card reader

3. Pakaian
a. Jaket, kaos, celana panjang katun/jeans. kaos : 6pcs , celana panjang : 3pcs dan jaket :2pcs. Tidak membawa banyak pakaian karena disana musim dingin sehingga akan jarang berkeringat. Bila kotor akan memakai jasa laundry atau membeli yang baru.
b. Underwear sekali pakai (dibuang setelah dipakai) agar kapasitas backpack menjadi longgar saat kepulangan
c. Long jhons (thermal under wear), fungsinya untuk menghangatkan tubuh saat cuaca dingin yang dipakai sebagai pakaian dalam
d. Sarung untuk sholat, sarung tangan, kaos kaki, syal, vest/rompi, sunglasses, sepatu, topi, travel pillow

4. Perlengkapan Mandi
a. Sabun, shampoo (travel size), sikat gigi, pasta gigi, body lotion (ini penting untuk melembabkan kulitnya yang sensitif)
b. Closet seat sanitizer (untuk membunuh kuman sebelum duduk diatas kloset) Reyhan termasuk anak yang “penjijik” sehingga barang ini menjadi sangat penting agar tidak ilfil bila masuk toilet (mungkin akibat faktor kebiasaan kami di rumah yang memiliki toilet masing-masing, jadi hal ini akan berlaku tidak sama untuk anak lainnya), hand sanitizer, handuk ukuran sedang namun beratnya yang ringan, payung dan jas hujan (antisipasi terhadap berbagai cuaca, bila memutuskan beli disana akan membutuhkan dana yang lebih besar dibanding dengan membawanya dari Indonesia)

5. Obat-obatan
a. Obat flu, demam, pusing, diare, obat batuk asma, vitamin
b. Obat gosok, minyak kayu putih, plester untuk luka, lotion anti nyamuk

6. Makanan dan peralatannya
a. Susu bubuk sachet, havermuut, mie instan, sambal botol (Rey penyuka rasa pedas), macam-macam biskuit, permen
b. Mug (ini penting karena di Eropa terdapat banyak kran air siap minum)
c. Stainless bottle (karena Rey menyukai minuman hangat)
d. Sendok-garpu lipat

7. Kosmetik
Walau sebagai anak laki-laki, Reyhan telah dididik untuk menjaga kesehatan kulit karena memiliki kulit sensitif, oleh karena itu berikut adalah perawatan kulit yang dibawa :
a. pelembab kulit, sunblock (kalau diperlukan), sabun cuci muka. Semua produk khusus untuk anak sesuai anjuran dokter.
b. Eau de toilette, deodorant

Pengepakan pakaian dan perlengkapan mandi Rey menjadi satu dalam koper saya, jadi isi tas Rey untuk backpack beroda (trolley) adalah makanan ringan, susu bubuk sachet, mie instan, sambal botol, payung, jas hujan. Backpack tanpa rodanya berisi PSP, notebook, ponsel, charger, USB, sarung tangan, vest, syal, topi, travel pillow, stainless bottle, sendok-garpu lipat (tas ini dibawa ke dalam kabin sehingga barang yang tersimpan didalamnya adalah barang yang saya pikir akan Rey butuhkan selama perjalanan).

Saturday 5 March 2011

Packing....Packing...


Hari ini, Sabtu 05 Maret 2011 saya mulai menginventarisasi barang apa saja yang akan dibawa ke Eropa. Aktivitas ini saya lakukan bersama Reyhan agar kami dapat membuat kesepakatan apa yang menjadi tanggung-jawab masing-masing. Saya bertanggung-jawab terhadap 1 buah koper ukuran sedang dan backpack beroda, sedangkan Reyhan mendapat tugas membawa backpack beroda dan backpack tanpa roda. Backpack beroda menjadi pilihan agar tidak terlalu membebani punggung kami, sehingga bila keadaan memungkinkan untuk didorong tak perlu digendong.

Packing sengaja saya lakukan jauh-jauh hari selain agar dapat terkoreksi hari demi hari mengenai urgensi dan ukuran berat suatu barang, juga mengingat kesibukan saya di hari kerja. Sebagai karyawan salah satu BUMN, sepulang kerja saya mengikuti pendidikan estetika akupunktur guna mendukung bisnis yang tengah dirintis dalam bidang kecantikan, sehingga setiap hari sampai rumah disaat matahari telah lama tenggelam. Dengan kesibukan tersebut saya harus bijak mengatur waktu, apalagi sebelum keberangkatan traveling ini dijadwalkan adanya ujian lokal akupunktur yang tentu memerlukan konsentrasi untuk belajar. Alhamdulillah untuk ujian kompetensi tingkat nasional pelaksanaannya pada bulan April sehingga saya harap bisa mengikutinya sepulang dari Eropa dan memiliki persiapan yang cukup.

Manfaat lain packing jauh-jauh hari adalah untuk mengetahui berat kotor barang-barang setelah dimasukan ke dalam koper, hal ini agar tak terjadi over weight saat masuk dalam bagasi pesawat.

Berikut adalah daftar barang yang akan dibawa :
1. Dokumen
a. Paspor (tersimpan juga filenya di USB dan email, in case something happen ini bisa membantu)
b. Money belt, berpengalaman traveling bersama Reyhan sejak balita membuat saya hafal betul kerepotannya, jadi untuk keamanan saya akan menyimpan sebagian besar uang dan kartu kredit beserta ID penting lainnya di money belt. Namun sesuai pepatah jangan taruh telur dalam satu keranjang maka sayapun akan menyimpan uang di beberapa tempat yang berbeda.
c. Polis asuransi perjalanan
d. Surat konfirmasi pembelian : tiket pesawat, tiket kereta api, tiket masuk tempat wisata, kartu pass
e. Diary. Saya dan Reyhan membawa masing-masing 1 diary untuk mencatat segala sesuatu yang kami alami selama traveling
f. Itinerary lengkap dengan data mengenai rute, alat transportasi (beserta harga tiket ke dan dari tempat wisata, hotel, airport, stasiun), masjid, Kedutaan RI.

2. Barang Elektronik
a. Handycam, kamera, notebook/laptop, travel rice cooker, travel iron, handphone, Ipod, PSP (PlayStation Portable), Alfalink (kamus elektronik multilingual)
b. Tripod, mini DV kosong, Charger, USB, Card reader, multi electronic socket (soket kabel dengan berbagai macam fitting)

3. Pakaian
a. Coat/Jaket, kaos, celana panjang katun/jeans (masing-masing kami hanya membawa kaos : 6 , celana panjang : 3 dan jaket/coat :2). Tidak membawa banyak pakaian karena disana musim dingin sehingga akan jarang berkeringat. Bila kotor saya akan memakai jasa laundry atau membeli yang baru. Untuk stylish-nya saya akan pakai pola mix n match saja agar tidak membosankan
b. Underwear sekali pakai (dibuang setelah dipakai), agar kapasitas koper kami menjadi longgar saat kepulangan sehingga bisa untuk tempat souvenir yang akan dibeli.
c. Long jhons (thermal under wear), fungsinya untuk menghangatkan tubuh saat cuaca dingin. Saya membelinya 6 tahun yang lalu saat di Hongkong tapi karena good quality jadi masih layak pakai. Untuk Reyhan saya beli di Bandung, di toko khusus perlengkapan musim dingin.
d. Sarung tangan, kaos kaki, syal, vest/rompi (untuk Rey), sunglasses, sepatu, travel pillow, topi (saya sehari-hari memakai busana muslimah, namun saat traveling lebih nyaman menggunakan topi yang dikreasikan sedemikian rupa sehingga tetap menutupi kepala dan rambut, gembok (jadi merasa diingatlan setelah baca buku UKTripnya mbak Tita)
e. Perlengkapan sholat yang tipis dan ringan

4. Perlengkapan Mandi
a. Sabun, shampoo (travel size), sikat gigi, pasta gigi, body lotion (ini penting untuk melembabkan kulit)
b. Closet seat sanitizer (untuk membunuh kuman sebelum duduk diatas kloset), hand sanitizer, tisu kering, tisu basah, handuk ukuran sedang namun beratnya yang ringan, payung dan jas hujan (antisipasi terhadap berbagai cuaca, bila memutuskan beli disana akan membutuhkan dana yang lebih besar dibanding dengan membawanya dari Indonesia)

5. Obat-obatan
a. Obat flu, demam, pusing, diare, batuk (obat batuk asma untuk Rey), vitamin
b. Obat gosok, minyak kayu putih, plester untuk luka, lotion anti nyamuk

6. Makanan dan peralatannya
a. Susu bubuk sachet, havermuut, mie instan, sambal botol, beras, macam-macam biskuit, permen, abon, ikan teri/tempe kering
b. Mug (ini penting karena di Eropa terdapat banyak kran air siap minum)
c. Stainless bottle (karena kami menyukai minuman hangat)
d. Sendok-garpu lipat

7. Kosmetik
Sebagai wanita yang anti menggunakan bedak (walau saya terlihat modis dalam berpakaian, kata sebagian besar teman), namun dalam hal wajah saya menyukai tampilan alami yang minimalis tanpa polesan sehingga tidak berasa seperti badut atau topeng hehe. Jadi kosmetik yang dibawa hanya vitamin untuk wajah, pelembab siang & malam, sunblock (kalau diperlukan), sabun cuci muka, lip balm, lipstik, deodorant, parfume (travel size)

Dari daftar diatas terlihat banyak barang yang akan habis saat kepulangan sehingga koper akan berganti diisi oleh souvenir atau barang yang kami beli. Hal ini sudah saya pikirkan agar tidak ada penambahan jumlah tas maupun koper saat pulang ke Indonesia kecuali yang telah saya siapkan yaitu satu buah backpack yang dilipat dan disimpan dalam koper saat keberangkatan.

Friday 18 February 2011

Europe for Kid, pilih-pilih destinasi wisata

Dalam menentukan hal ini, saya selalu mendiskusikannya bersama Reyhan. Saya beri dia berbagai alternatif pilihan beserta info lengkapnya yang ‘diberikan cuma-cuma’ oleh um gugel. Meminjam motto para prajurit, jangan pergi ke medan perang tanpa senjata. Begitu juga dengan traveling ini, Eropa diibaratkan sebagai medan perang dan saya wajib hukumnya untuk mencari info selengkap-lengkapnya mulai dari A sampai Z. Jadi seolah saya mengetahui semua seluk beluk Eropa termasuk rintangan, lekukan, belokan bahkan ‘ranjau-ranjau yang tersembunyi’, agar kemungkinan ‘terpeleset’ menjadi sangat kecil (semoga Allah melindungi).

Tempat wisata yang akan kami kunjungi disesuaikan minat masing-masing dengan proporsi fleksibel tergantung ‘atraksi’ yang terdapat di kota tertentu. Berikut adalah sebagian tempat-tempat terpilih. Pilihan Reyhan : London eye, Nemo science center Amsterdam, Museum komik Brussel, Legoland Berlin, Euro Disney Paris, Colloseum Roma, Museum Vatican, Museum Galilleo Florence, dll. Sebagai penyuka fashion saya memilih : Harrods Store London, Oxford Fashion Distric, Hermes Paris, Milan (window shopping atau shopping beneran di kota mode ini hehe), dll. Untuk tempat wisata umum juga masuk dalam daftar, seperti : Eiffel, menara Pisa, Buckingham Palace, Tembok Berlin, Madame Tussaud Museum, keukenhof, dll. Oya ada special request dari Reyhan ingin melihat stadion sepakbola di Eropa, dengan pertimbangan jarak dan waktu saya putuskan Wembley stadium di London dan AS Roma Stadium di Roma.

Itinerary telah lengkap, tugas saya selanjutnya ‘meramu’ menjadi lebih spesifik dengan melengkapi semua informasi seperti : how to get there, ticket price, opening hours,dan tentu yang tak kalah penting saya selalu ‘korek’ info dari um gugel tentang hot deal/special offer, biasanya ditawarkan secara online (tidak dijual di ticket office-nya)dan itu akan saya beli sesaat sebelum keberangkatan (mencatat batas waktu pembelian sehingga tidak terlambat membelinya). Dan ada juga pertimbangan membeli kartu Pass (kartu yang diterbitkan oleh pemerintah kota setempat untuk para wisatawan dengan berbagai fasilitas), sebelum membeli saya pelajari secara detail benefit yang didapatkan dari Pass tersebut dan ternyata masing-masing kota memiliki penawaran yang berbeda. Misal di London saya tidak membeli London Pass karena benefitnya tidak bisa optimal kami gunakan jadi cukup membeli oyster card (tiket terusan untuk menggunakan berbagai alat transportasi, ada berbagai pilihan harga sesuai benefit yang diberikan). Holland Pass jadi pilihan saya karena banyak atraksi anak-anak maupun museum yang masuk dalam free entry and skip the line. Artinya pemegang kartu bebas tiket masuk dan tidak perlu antri sehingga dapat menghemat biaya dan waktu. Kelebihan Holland Pass kita bisa create sendiri benefit mana saja yang kita inginkan dari sekian banyak benefit yang ditawarkan. Begitulah saya mempersiapkan perjalanan ini sedetail mungkin di tiap kotanya, termasuk harus mengetahui jarak dan waktu tempuh dari satu lokasi ke lokasi lainnya sehingga dalam sekali jalan bisa ditentukan kunjungan dengan tempat yang berdekatan sehingga tidak buang waktu.

Akomodasi di Eropa


Seperti biasa, langkah pertama untuk mendapatkan penawaran istimewa adalah mendaftar jadi member. Untuk hal ini saya mendaftar member : www.booking.com, www.agoda.com, www.hostel.com, www.venere.com. Saya sabar menunggu penawaran istimewa sampai batas waktu harus apply visa, karena bukti booking hotel menjadi salah satu syaratnya. Sambil menunggu, saya mencari tahu apa kelebihan dari ke-4 hotel agency tersebut. Dan didapat informasi, Booking.com tidak memerlukan booking fee juga memberikan informasi yang lengkap tentang segala hal yang diperlukan wisatawan, pembayaran dilakukan saat reservasi di hotel, agoda.com pembayaran dimuka (saat booking langsung dilakukan pembayaran secara online dan harga seringkali lebih murah di banding booking.com), hostel.com menawarkan banyak kamar murah dengan model dorm, tapi ini saya lewatkan karena ada ketentuan anak usia dibawah 12 tahun tidak boleh bergabung di dorm tanpa ditemani kerabatnya. Artinya sama saja saya harus pesan private room dengan harga tidak jauh beda dengan hotel bintang 2 atau 3. Venere.com, bagi saya kurang informatif tentang detail lokasi dan segala sesuatu yang berada disekelilingnya.

Yang menjadi pertimbangan saya juga adalah ulasan tamu dan nilainya. Karena dari situ saya akan semakin ‘mengenal erat’ hotel yang akan saya tinggali. Alhamdulillah tak lama setelah saya mengetahui hal-hal diatas, ada pesan elektronik dari booking.com tentang penawaran hotel di Eropa. Karena sebelumnya saya telah melakukan survey beberapa hotel, maka tidak sulit untuk melakukan pemesanan. Pemilihan hotel sesuai dengan kriteria yang saya tetapkan yaitu :
1. Hotel bintang 2/3 (budget hotel)
2. Dekat dengan public transportation
3. Private toilet &bathroom (kamar mandiri & WC di dalam kamar) karena ada beberapa kamar yang kamar mandi dan WC-nya berbagi dengan penghuni kamar lainnya tentu dengan harga kamar yang lebih murah. Saya memutuskan memilih kamar dengan private bathroom mengingat saya dan Reyhan memiliki karakter ‘yin’, dalam ilmu akupunktur disebutkan bahwa orang dengan karakter yin salah satunya adalah ‘beser’ (bahasa jawa :sering BAK)
4. Seringkali penawaran istimewa, harga tertera tidak termasuk sarapan pagi. Justru itulah yang saya pilih mengingat saya dan Rey tidak memiliki kapasitas yang besar untuk makan sehingga menjadi boros bila saya memilih kamar dengan fasilitas sarapan. Penghematan harga dari tiadanya sarapan bisa mencapai 10 Euro/orang.
5. Memiliki fasilitas sharing kitchen, banyak hotel di Eropa yang memiliki fasilitas ini karena si pemilik mengetahui bahwa seringkali wisatawan lintas benua membutuhkannya. Saya berencana membawa travel rice cooker dan lauk kering jadi breakfast dan dinner kami akan masak sendiri, wisata kulinernya saat lunch saja karena dipastikan kami berada di luar hotel.
6. Harga kamar saya targetkan maksimal 70 Euro/kamar/hari. Alhamdulillah saya berhasil melakukan pemesanan kamar di semua kota tujuan dengan harga di bawah itu.
Jadi, ternyata traveling ke Eropa murah kan, dengan syarat kita mempersiapkan segala sesuatunya jauh hari. Buka mata dan telinga selebar-lebarnya dan jangan malu bertanya kepada mereka yang telah berpengalaman agar informasi yang kita kumpulkan menjadi lengkap. Itu sangat penting agar bisa bergumam “Eropa ada digenggaman” hehe.

Sunday 13 February 2011

Mau lihat apa saja di Singapura ?

“Aku mau lihat salju”
“Aku mau main air”
“Aku mau menginjak sirkuit F1”
“Aku mau lihat arsitektur bangunan dan gedung-gedungnya”
“Aku mau nyobain naik mrt dan naik bis tingkat”
Banyak keinginan terbentur waktu dan tenaga yang terbatas. Tidak mau meleset dari tujuan awal untuk memberikan pengalaman terbang dan jalan-jalan yang menyenangkan buat anak-anak, saya gak mau pasang target banyak tempat yang harus dikunjungi. Yang utama adalah mencari pengalaman baru jalan jauh sekeluarga, melihat hal-hal baru, terutama yang belum pernah dilihat di kota kami.

Saya mengusulkan agar kami ikut dalam tour dalam kota. Selain menghemat waktu, kami bisa mendapatkan cerita langsung dari guide tentang tempat-tempat yang dilewati. Tiket masuk untuk beberapa museum dan tujuan wisata lainnya sudah termasuk dalam harga paket tour. Memang kesannya jadi kurang menantang, duduk-duduk di bis tour dengan atap terbuka tanpa perlu blusukan langsung naik-turun kendaraan umum dan berjalan kaki. Meskipun begitu pengalaman berpetualangnya tidak kalah seru kok. Apalagi dengan anak-anak yang belum terbiasa berjalan jauh, ikut tour bisa jadi pilihan bijaksana untuk menghemat tenaga dan menjaga mood mereka.

Ada banyak pilihan paket tour, salah satunya yang menarik yaitu Singapore Pass dari Duck&Hippo Tour. Dengan Singapore Pass, kami bisa menaiki Duck Hippo – mobil amphibi yang bisa berkeliling di darat dan masuk ke air-, unlimited hop on&off City tour & Heritage tour bus, naik Sentosa Rhino menuju Sentosa, Rivercruise –naik perahu menyusuri sungai, naik di Clarke Quay-, ikut Moonlight Adventure dan nonton Song of the Sea (tidak termasuk tiket Song of the Sea) dan masuk ke berbagai tempat tanpa perlu bayar tiket masuk lagi. Termasuk gratis naik Singapore Flyer –the biggest wheel for now, 165m-

Singapore Pass ini berlaku 48jam, jadi buat yang waktunya longgar, siapkan 2 hari untuk khusus ikut tour ini. Direkomendasikan buat yang pertama kali datang ke Singapur, bisa cepet hafal jalan dan transport gratis ke tempat-tempat menarik tanpa bingung naik taksi. Harganya 63$/dewasa, 33$/anak-anak (usia 3-12thn).

Menghindari kebosanan anak-anak jika acara jalan-jalan kali ini isinya “hanya” kelilingan kota lihat bangunan bersejarah dan museum, sesuai usulan mereka melihat salju, maka saya jadwalkan juga kunjungan ke Snow City sekalian lihat Singapore Science Center. Sebenarnya di Jogja juga mereka sering ke Taman Pintar yang mirip Science Center, ya sekalian studi bandinglah ya :-D
Untuk Bram yang menginginkan main air di pantai, Pulau Sentosa masuk juga dalam itenary perjalanan.

Apalagi yang tidak ada di Jogja ? Oh iya, ke IKEA, toko perlengkapan rumah serba ada. Lumayan untuk cuci mata dan melirik produk-produk dalam katalog terbarunya. Mencari inspirasi untuk mengisi calon rumah baru yang bahkan belum mulai dibangun ...hehehe.
Saya juga menghubungi beberapa teman yang sudah lama tinggal di Singapura, teman yang saya kenal dari jejaring dunia maya, tetapi akrabnya tiada beda dengan teman nyata. Janjian untuk kopdaran (kopi darat alias ketemuan) dengan waktu yang disesuaikan dengan kesibukan mereka dan waktu luang kami di sela-sela jadwal kelilingan. Biar ngerasain juga mampir ke tempat tinggal orang di Singapura gitu :-D -shant-

Saturday 12 February 2011

(Singapura) Pilih Hotel atau Apartemen ?

Memilih tempat menginap ketika bepergian membawa 2 anak kecil membutuhkan pertimbangan sedikit lebih banyak. Mengingat Singapura terkenal dengan sistem transporatsi umum yang bagus, maka kami ingin memilih tempat menginap yang dekat dengan halte bus atau stasiun MRT (Mass Rapid Transportation). Rencananya kami nanti mau nyobain naik angkutan umum instead of naksi kemana-mana.

Saya menganggarkan 100SGD/malam untuk tempat menginap, dengan harapan cukup untuk satu buah kamar tidur dengan 1queen+1 single bed untuk kami berempat. Beda dengan para backpacker yang cukup membayar 20SGD-40SGD untuk menginap di hostel yang banyak bertebaran mulai dari daerah Bugis, Lavender, Little India, Chinatown hingga red distict Geylang. Maklumlah ada 2 anak kecil yang sudah pasti tidak diterima di hostel. Kebanyakan hostel menerapkan aturan hanya menerima tamu di atas 18thn.

Dueng !! Rupanya harga kamar hotel di Singapura lebih mahal dari kebanyakan hotel di Jakarta. Kamar type family yang saya inginkan rata-rata harganya lebih dari 150SGD. Dilihat dari fotonya, kamarnya benar-benar hanya berisi tempat tidur dan kamar mandi shower berukuran kecil. Rasanya penuh sesak, belum lagi ketidaktersediaan sarapan dan alat masak sederhana dalam kamar. Mengingat Bram masih minum susu formula dalam dot, paling tidak saya perlu tempat mencuci botol dan merebus dengan air panas. Jaringan hotel Fragance dan Hotel81 yang terkenal berharga miring, juga memasang tarif lumayan untuk cabang hotel di daerah strategis.

Saya mencoba mencari informasi di internet tentang tempat menginap alternatif selain hotel. Dari beberapa blog keluarga yang sedang liburan ke Singapura, mereka memilih menyewa unit apartemen agar bisa menampung banyak orang. Biasanya dalam satu apartemen terdapat 3 kamar tidur yang disewakan, memiliki ruang tamu, ruang makan, dapur hingga mesin cuci. Untuk rombongan kecil seperti kami, tidak perlu menyewa seluruh unit apartemen, boleh menyewa 1 kamar saja, sharing dengan tamu lain. Kelebihannya, meskipun kamarnya mungkin berukuran sama dengan kamar hotel, kami bisa memasak di dapur dan mencuci baju sendiri tanpa membayar laundry.

Masalahnya, bagaimana kami bisa tahu kamar apartemen mana saja yg disewakan dan kamar mana yang layak kami sewa ? Selama ini teman-teman kami yang pernah liburan ke Singapura kebanyakan lajangers bergaya backpack yang menginap di dorm hostel. Lagi-lagi kami mengandalkan informasi dari internet. Ternyata banyak apartemen di daerah Orchad, Sommerset dan Chinatown. Ketiganya berdekatan dengan stasiun MRT. Konon banyak orang Indonesia yang menjadi owner unit apartemen untuk disewakan. Bahkan beberapa kontak person-nya adalah no telepon Indonesia.

Saya juga mencoba memasukkan pencarian apartemen di situs http://singaporedailyapartment.panduanwisata.com/category/singapore-daily-room-enquiry/ . Cukup mencantumkan nama, alamat email, jumlah orang yang akan menginap, rencana lama tinggal di Singapura, range harga yang dianggarkan sampai daerah yang diinginkan. Nantinya akan ada banyak email yang masuk dari para pemilik apartemen yang menawarkan apartemennya.

Dari sekian banyak yang tawaran yang dikirim pemilik/pengelola unit apartemen, ada beberapa yang menarik. Apartemen di dekat MRT Lavender seharga 80SGD/malam, apartemen dekat MRT Khatib seharga 60SGD/malam, hingga apt dekat MRT Angmokio yang juga menetapkan harga sewa 60SGD/malam. Semuanya menawarkan 1queenbed+1 singlebed, AC, lemari, kamar mandi sharing untuk 2 kamar. Dilihat dari foto-fotonyapun lumayan. Tapi pilihan saya jatuh ke apartemen Lucky Plaza, dekat MRT Orchard seharga 100SGD/malam. Ada AC, jendela dengan pemandangan RS Mounth Elizabeth, 1queenbed+1sofabed lebar, lemari, meja rias+kaca. Ada 3 kamar yang disewakan dan 2 kamar mandi untuk bersama. Horenya lagi, ada kulkas, dapur, meja makan plus sarapan roti bakar, mesin cuci dan persediaan air minum gratis. Serasa menginap di rumah saudara saja.

Pertimbangan lainnya, unit apartemen ini jadi satu dengan mall Lucky Plaza. Jika kami kehabisan ide mau makan dimana, tinggal turun ke lantai 1, ada foodcourt yang menyediakan bermacam-macam makanan yang bisa dipilih. Mulai dari makanan Indonesia semacam nasi padang, nasi goreng dan bakso, juga ada chicken rice dan fast food yang biasanya jadi makanan mewah anak-anak (mewah, karena tidak boleh terlalu sering, banyak kalori dan kurang nutrisi)

Pemilik unit apartemen ini kebetulan orang Indonesia, begitu dipesan, saya harus membayar uang muka sebesar tarif menginap 1 malam, ditransfer ke rekening di Indonesia dalam rupiah. Sisa pembayaran harus dibayarkan ketika kami check-in dalam SGD. Baiklah, setelah membaca review beberapa tamu yang menginap di sana, saya merasa sreg dengan syarat-syarat yang diberikan. Dan percaya bahwa mereka tidak menipu dengan memberikan apartemen fiktif, maka pembayaran uang muka segera saya transfer. Saya mendapatkan tanda terima yg dikirim via fax, yang selanjutnya harus saya bawa ketika check in di hari H. -shant-

Friday 11 February 2011

Siapa Bilang Apply Visa Susah?

UK Visa

Karena tiket pesawat AA saya dari KL mendarat di London, jadi permohonan visa pertama diajukan ke kedutaan Inggris. 29 Desember 2010 saya mengisi formulir secara online melalui websitenya http://www.vfs-uk-id.com (terhitung mulai tahun 2011 kedutaan Inggris tidak melayani pengisian aplikasi secara manual, jadi harus via online)sekaligus membuat appointment tanggal 7 Januari 2011 untuk penyerahan berkas yang diminta dan wawancara. Berikut ini berkas atau dokumen yang diminta :
1. Paspor yang masih berlaku minimal 6 bulan terhitung dari tanggal keberangkatan
2. Surat pernyataan paspor lama berada di kantor Imigrasi. Saya dan Reyhan pernah memiliki paspor sebelum ini dan disimpan oleh pihak Imigrasi (saat perpanjangan), maka diperlukan surat pernyataan bermaterai yang saya buat sendiri.
3. Kartu Keluarga (salinan)
4. Surat nikah/surat cerai. Karena saya single parent dan membawa serta anak dalam traveling maka dilampirkan juga surat keputusan pengadilan tentang hak asuh anak
5. Kartu Tanda Penduduk (salinan)
6. Akta Kelahiran (salinan)
7. Surat keterangan dari kantor (asli, berbahasa Inggris)
8. Surat keterangan dari sekolah Reyhan (asli, berbahasa Inggris)
9. Pas foto 3,5x4,5. Dengan komposisi wajah 80%. Keterangan lengkap ada di websitenya
10. Surat Keterangan dari Bank(asli)
11. Buku tabungan (salinan), saya sertakan beberapa buku tabungan walau surat rekomendasinya hanya 1 (satu) buah. Menghemat biaya pembuatan surat keterangan tapi berguna untuk meyakinkan kedutaan bahwa saya memiliki dana yang cukup selama travel ke Eropa
12. Bukti aset lainnya (salinan). Sesuai yang saya tulis di formulir aplikasi. Seperti bukti kepemilikan rumah, apartemen dan toko tempat usaha (yang semuanya atas nama saya sendiri) semua saya lampirkan agar pihak kedutaan meyakini bahwa saya ke Eropa sekedar traveling bukan untuk menjadi imigran gelap karena di Indonesia juga saya telah memiliki kehidupan yang layak.
13. Itinerary selama di Eropa
14. Bukti booking hotel
15. Bukti pembelian tiket pesawat antar Negara Eropa sehingga terkoneksi dari awal hingga akhir masa traveling
16. Travel insurance (salinan), saya beli di Antatour travel agent, paket keluarga (lebih murah di banding harga per orang) dengan masa proteksi selama 4 bulan seharga USD88.50
17. Biaya permohonan Visa Rp. 1.050.000,00/orang, biaya ini hangus bila aplikasi ditolak. Jadi harus membayar lagi bila akan mengajukan permohonan ulang. Saya meminta fasilitas berita via email dan sms jadi dikenakan tambahan biaya sebesar Rp. 25.000,00/orang. Dan ternyata mereka menyediakan uang kembalian, karena saat itu saya tidak membawa uang pas.

UK Visa Application Centre berada di Gedung ABDA lt.22 Zone B jl. Jend Sudirman Kav. 59. Jakarta. Saat penyerahan dokumen dan wawancara pada hari Jumat tanggal 7 Januari 2011 (sesuai appointment), petugas yang sangat helpfull mengatakan pada saya maksimal dalam waktu 14 hari akan diberitahukan hasilnya melalui email dan sms. Selesai wawancara kami diharuskan menjalani tes biometric. Awalnya saya bertanya-tanya seperti apa sih, ternyata kami diharuskan memasuki sebuah ruangan yang terlihat sangat ‘secure’ satu persatu untuk diambil sidik jari dan scanning bola mata seperti dilakukan beberapa bandara di luar negeri (oleh karena itu Reyhan juga harus ikut hadir).

Rabu, 12 Januari 2011 (artinya hanya 3 hari kerja berselang) saya terima sms dan email dari vfs mengabarkan bahwa permohonan Visa saya sudah dapat di ambil dan Alhamdulillah hasilnya sesuai harapan (duh senangnya…). Dan kontan hal itu membuat saya melakukan polling di website mereka bahwa pelayanannya excellent.

Schengen Visa melalui Kedutaan Belanda

Visa Schengen adalah visa yang dikeluarkan oleh salah satu Negara anggota Schengen namun pemilik visa tersebut berhak memasuki Negara lainnya. Anggota Negara schengen yaitu : Austria, Belanda, Belgia, Denmark, Finlandia, Islandia, Italia, Jerman, Luxembourg, Norwegia, Portugal, Prancis, Spanyol, Swedia, Yunani, Swiss . Walau UK visa telah disetujui tapi tidak membuat saya lengah dalam persiapan dokumennya. Tanggal 19 Januari 2011 saya mendownload aplikasi permohonannya melalui website Kedutaan Belanda (http://www.id.indonesia.nl/). Formulirnya jauh lebih sederhana dan tidak ada pertanyaan detail seperti UK visa. Melalui website itupula saya membuat appointment tanggal 21 Januari untuk menyerahkan dokumen dan wawancara di Kedutaan Belanda yang beralamat di Jl. HR. Rasuna Said Kav. S-3 Jakarta. Semua dokumen yang sama seperti untuk UK Visa saya lampirkan, hanya surat-surat keterangan (asli) saja yang harus dibuat lagi dan kali ini ditujukan untuk kedutaan Belanda.

Saat penyerahan dokumen dan wawancara ini Reyhan tidak diharuskan ikut, cukup diwakili saya. Proses wawancara berjalan lancar, pertanyaan standar tentang tujuan kunjungan, berapa lama tinggal, ada sponsor atau tidak dan bla bla bla. Tapi disini saya harus menunjukan dokumen asli dari semua dokumen salinan yang mereka minta (Alhamdulillah saya membawanya untuk antisipasi, dan ternyata benar). Sambil manggut-manggut petugas itu mengatakan dengan senang bahwa saya mempersiapkannya dengan baik. Ada satu hal yang membuat saya deg-degan, saat dia menghitung jumlah hari kunjungan tiap Negara untuk menentukan apakah saya layak diterima aplikasinya di kedutaan Belanda atau Negara lainnya yang merupakan negara terlama yang saya kunjungi. Alhamdulillah akhirnya aplikasi saya diterima walau ada kesamaan jumlah hari kunjungan dengan Itali. Karena Belanda lebih awal dikunjungi, dia memberi alasan diterimanya aplikasi permohonan tersebut.

Perbedaan lainnya dengan UK, Belanda tidak menyediakan uang kembalian sehingga saya harus mempersiapkan uang pas saat pembayaran. Biaya untuk saya (adult) dikenakan Rp.698.500,00 dan Reyhan (child) Rp. 407.500,00. Biaya jauh lebih murah dibandingkan UK (namun harga yang pantas dengan pelayanannya yang excellent). Kedutaan Belanda tidak menyediakan pemberitahuan via sms atau email, jadi tanggal 07 Februari saya mengambil hasil aplikasi dan Alhamdulillah Schengen Visapun telah ditangan. Yeeeeeeeeeeeeeeeesss…….tanpa bantuan travel agent semua proses ini saya jalani dengan harapan akan menjadi pelajaran dan pengalaman. Tak ada yang sulit bila kita mau mencari informasi dan memenuhi semua ketentuannya.

Getting Around Europe with Kid

Bermodalkan peta Eropa hasil gogling, saya mulai membuat perencanaan negara dan kota yang akan dikunjungi. Eropa Barat menjadi pilihan karena memiliki banyak destinasi yang kids friendly dan most famous fashion distric. Saya membuat 3 alternatif itinerary yaitu :
1. Inggris – Belanda – Belgia - Luxemburg – Jerman – Swiss – Perancis – Italia
2. Inggris – Turki – Itali – Perancis – Swiss – Belgia – Belanda
3. Inggris – Belanda – Belgia – Jerman – Swiss – Perancis – Itali
Untuk menentukan alternatif mana yang akhirnya saya pilih, terlebih dahulu saya pastikan transportasi antar negara. Mulailah saya mendaftar sebagai member pesawat low cost intern Eropa, antara lain : Germanwings, RyanAir dan EasyJet. Transportasi udara saya pilih dengan pemikiran bandara lebih aman dan nyaman bagi kami dibanding stasiun kereta dan terminal bus. Walaupun telah saya ketahui bahwa pesawat low cost mendarat di bandara yang terletak jauh dari kota, tapi hal itu tidak menjadi kendala karena selalu ada shuttle bus menuju pusat kota yang beroperasi setiap 15 menit dengan harga kisaran 2-5 Euro/orang.

Tepat tanggal 08 November 2010, saya mendapat pesan elektronik dari EasyJet tentang penawaran promo tiket dalam rangka ulang tahun maskapai penerbangan tersebut. Tak buang waktu lagi saya langsung melakukan pembelian dengan rute seperti di bawah ini (setelah melalui proses pencarian dan pencocokan jadwal) :
1. London – Amsterdam
2. Berlin – Paris
3. Pisa – London
4. Brussel - Berlin
Esoknya saya mendapat tiket murah juga dari maskapai penerbangan RyanAir rute Paris – Roma. Semua tiket tadi saya beli dengan harga dibawah satu juta rupiah untuk 2 orang (nett, termasuk pajak, bagasi dan asuransi) dibandingkan dengan penerbangan intern Indonesia saja harga yang saya dapat ini masih lebih murah.

Dengan begitu akhirnya saya memutuskan itinerary sebagai berikut :
Inggris – Belanda – Belgia – Jerman – Perancis – Vatican – Itali (7 Negara)
Untuk rute Belanda – Belgia saya akan gunakan Eurolines bus yang tiketnya dibeli saat nanti di Belanda. Sedangkan transportasi antar kota di Itali akan menjajal kereta lokal Itali yaitu Trenitalia.

Itinerary berdasarkan kota adalah sebagai berikut :
London–Amsterdam–Brussel–Berlin–Paris–Roma–Vatican–Venice–Milan–Verona-Florence-Pisa (12 kota). Jadi total perjalanan kami adalah 16 hari, 7 Negara/12 kota.

Final itinerary ternyata tak sesuai dengan alternatif yang ditentukan sebelumnya karena :
1. Swiss ‘tidak terpilih’ padahal awalnya berencana ke mount.Titlis (salju abadi) tapi kondisi tubuh Rey lebih saya utamakan mengingat dia alergi cuaca ekstrim dingin(tak ingin mengulangi kejadian saat asmanya kambuh di Hongkong sekitar 6 tahun yang lalu). Walau daya tahan tubuhnya sekarang lebih baik tapi saya tidak ingin berspekulasi untuk hal ini. Reyhan sempat ngambek tapi setelah diberi penjelasan bahwa suatu saat kita akan kunjungi bila dia telah remaja, akhirnya dia sepakat.
2. Turki, sampai batas waktu yang saya targetkan tidak ada penawaran tiket promo dari Germanwings
3. Pilihan kota-kota di Itali terinspirasi dari buku EuroTripnya mbak Tita
4. Tips : jangan terpaku dengan alternatif yang kita tentukan, sebaliknya kita harus siap dengan segala perubahan yang bisa saja terjadi. In case ‘sesuatu’ terjadi setelah kita berada di Eropa sekalipun, kita telah memiliki second or third plan yang tidak akan membuat kita jadi nervous yang akhirnya membuang waktu percuma.

Thursday 10 February 2011

Lebih Murah = Lebih ‘nggaya’

Travel style saya telah berubah dari lebih mahal=lebih nggaya menjadi lebih murah=lebih nggaya, perubahan ini diantaranya karena pertambahan usia Reyhan, hadirnya pesawat low cost dan munculnya tren ‘turis kere’ di seluruh penjuru dunia. ‘Turis Kere’ istilah kerennya backpacker bukan berarti kere (miskin : bahasa jawa) dalam arti sebenarnya, tapi itu merupakan gaya traveling yang memiliki sensasi unik karena lebih menyatu dengan masyarakat setempat, mengenal budaya lebih dekat dan tentunya lebih irit hehe. Walau saya belum termasuk dalam kategori ini tapi mendambakan suatu saat (saat Reyhan telah remaja), akan memulai petualangan dengan gaya tersebut.

Salah satu konsekuensi perubahan gaya itu adalah teknik pembelian tiket pesawat. Booking via travel agen telah saya tinggalkan karena ternyata pembelian via online lebih leluasa dan kita bisa membandingkan beberapa maskapai penerbangan sekaligus dalam satu waktu. Akhirnya kita bisa menentukan pilihan sesuai harga dan waktu yang cocok. Dan keamanan transaksi juga sangat terjaga.

Setelah tiket murah ke Eropa didapat, dua bulan kemudian tepatnya 20 Jul 2010 saya berhasil membeli tiket murah BDO-KL (Bandung-KualaLumpur) seharga Rp. 944.000,00 (sembilan ratus empat puluh empat ribu rupiah) dengan rincian sebagai berikut :

2 Guest 516.000.00 IDR
Airport Tax 150.000.00 IDR
Sub Total 666.000.00 IDR

Services & Fees
2 x AirAsia Insure Return (11-30 days) 98.000.00 IDR
2 x Convenience Fee 60.000.00 IDR
2 x Regular - up to 15kg 120.000.00 IDR
Sub Total 278.000.00 IDR

Total Amount 944.000.00 IDR

Harga tersebut tentu sangat murah karena keberangkatan dari Bandung menjadi hemat waktu dan biaya. Bila keberangkatan menuju KL dari Jakarta tentu memerlukan biaya transportasi tambahan (Bandung – Jakarta menggunakan jasa angkutan umum Rp. 300.000,00/ orang PP)

So….hari gini masih merasa nggaya dengan travel mahal? Nggak banget deh hehehe. Uppsss… tapi saya masih bisa mengenang pelayanan pesawat non low cost (yang tentu tidak ada di pesawat low cost), misal free gift untuk Rey seperti miniatur pesawat atau boneka dengan tulisan atau gambar lambang maskapai penerbangan tersebut, free meal, atau seringkali saya ‘mengincar’ deretan parfume branded kemasan mini di toilet pesawat haha (mengungkap perilaku buruk diri sendiri yak). Whatever, pilihan memang ada pada kita. Alhamdulillah saya merasa beruntung karena telah menikmati perbedaan kedua layanan itu, sehingga pilihan yang dibuat telah siap dengan segala konsekuensinya.

Paspor oh Paspor

Sekitar tahun 2007-2008, salah satu maskapai penerbangan milik negara tetangga yang terkenal suka memberikan promosi tiket murah, membuka jalur penerbangan baru Jogja-Singapura. Tiket promo yang ditawarkan 99rb, sekali jalan. Suami saya jelas-jelas tergiur dengan penawaran tersebut. Ditambah lagi, ada peraturan baru yang meniadakan biaya fiskal asalkan kita sudah memiliki NPWP.

Sayangnya justru saya waktu itu yang belum pede bepergian membawa anak berumur 7thn dan bayi berusia beberapa bulan pergi jauh (Singapura itu biarpun dekat tapi kan kesannya jauh karena ke luar negeri :-D). Tanpa mbak asisten pula, sedangkan bayi saya sudah berhenti minum asi dan mulai makan bubur bayi. Yang terbayang adalah repot membawa termos air panas, botol-botol bayi dan sterilizer. Belum lagi bayangan kerepotan menyiapkan bubur bayinya, yang selama ini homemade, karena si bayi tidak begitu cocok dengan produk bubur bayi instant. Tawaran bepergian ke luar negeri terpaksa saya lewatkan. Apa ya istilahnya ? Kalah sebelum berperang. Belum-belum saya sudah keder duluan pergi keluar negeri bawa bayi, padahal belum juga dicoba.

Maka begitulah, selama anak kedua belum makan makanan orang dewasa, liburan keluarga kami tidak jauh-jauh dari Jogja-Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang tidak perlu paspor dan selalu ketemu kompor untuk menyiapkan makan anak-anak. Liburan pertama kali ke luar negeri segera terlupakan.
Menjelang ulang tahun ke-3 Bram (si bayi anak kedua itu) saya terpikir kembali untuk liburan ke luar negeri. Karena ternyata jika dihitung-hitung liburan ke Singapura lebih murah dibandingkan liburan ke luar pulau di Indonesia. Apalagi jika kota lain di Indonesia yang dituju tidak tersedia penerbangan langsungnya dari Jogja dengan harga tiket promo. Sebagai perbandingan, tiket pesawat ke Bali sekali jalan sekitar 400rb/orang/sekali jalan. Sedangkan tiket promo akhir 2009 ke Singapura hanya 149rb/orang/sekali jalan. Dengan alasan memberikan pengalaman terbang pertama kalinya bagi Bram di ulang tahun ke-3nya, dan liburan keluarga pertama kalinya ke luar negeri, saya segera memesan tiket promo melalui internet. Setelah tiket konfirm dipesan, saya baru ingat, lho kan kami bertiga (saya dan anak-anak) belum punya paspor ? Judulnya saja pengalaman ke luar negeri pertama kali gitu lho. Oke, jadi tugas pertama saya adalah membuat paspor untuk diri sendiri dan anak-anak.



Saya mulai mengumpulkan informasi, dokumen apa saja yang saya perlukan untuk mengurus paspor. Inilah yang saya temukan :
Dokumen pembuatan paspor dewasa :
- Akte kelahiran atau Ijazah (aku pake’ Ijazah)
- Surat keterangan ganti nama (jika ada pergantian nama)
- KTP
- KartuKeluarga
- Surat nikah (bagi yang sudah menikah)
Dokumen pembuatan paspor anak-anak :
- Akte kelahiran
- KTP Orangtua
- Kartu Keluarga
- Paspor orangtua (kecuali jika orangtuanya juga sedang mengajukan paspor)
- Surat pernyataan orangtua (ada di bagian formulir Imigrasi), ditanda tangani orangtua dengan materai 6rb
- Surat keterangan dari sekolah (jika sudah sekolah)
- Surat nikah orangtua
- Surat keterangan domisili

Terlihat mudah bukan ? Harusnya prakteknya juga semudah teorinya. Tapi mari kita buktikan :)


Kalau bisa bayar, kenapa digratisin ?

Untuk dokumen yang disyaratkan untuk pembuatan paspor saya, semuanya lengkap, KTP,KK, Akte lahir,surat nikah. Tinggal melengkapi dokumen untuk pembuatan paspor anak-anak. Iyog, sulung saya sudah kelas 4 SD, maka saya perlu minta surat keterangan dari sekolahnya. Untungnya di SD Iyog, bagian administrasinya berpengalaman membuatkan surat keterangan untuk kantor Imigrasi. Mereka sudah punya template suratnya, tinggal mengganti nama siswa dan keterangan lainnya, surat sudah siap ditanda tangani Kepala sekolah dalam hitungan menit. Oke, beres.


Segera meluncur ke Kantor Imigrasi Jogja yang ada di Jl. Solo. Formulir pengajuan paspor seharusnya GRATIS, tapi kenyataannya harus bayar 7ribu/orang. Saya sudah mengantisipasi karena sebelumnya saya sempat baca di salah satu blog bahwa harga formulir di kota besar bahkan mencapai 15rb. Dan tidak ada satupun pemohon yang protes dengan pungutan formulir ini. Saya juga lagi gak ingin protes, jangan-jangan masih diselimuti euforia gembira mau liburan ke luar negeri...hihihi.

Kalau bisa dibikin susah, kenapa dibikin mudah ?
Surat pernyataan orangtua yang katanya ada di bagian formulir Kantor Imigrasi, ternyata tidak semudah itu mendapatkannya. Saya hanya diberi satu lembar surat pernyataan yang mana harus difotocopy sendiri karena saya membutuhkan dua lembar surat untuk pembuatan paspor dua anak. Setelah diisi dan ditanda-tangani, surat pernyataan itu ditolak oleh bagian pemeriksa berkas. Katanya format surat keterangan yang saya isi adalah form surat yang lama, saya harus mengulang menulis lagi di form yang baru diberikan. Lagi-lagi hanya selembar dan harus difotocopy sendiri. Memang di Kantor Imigrasi lantai satu ada tempat fotocopy, tapi tetap saja butuh waktu dan tenaga untuk naik turun tangga. Kenapa tidak diberikan dua lembar form sih ? Dan kenapa bagian pemeriksa berkas tidak berkoordinasi dengan bagian informasi yang memberikan form yang salah kepada saya ?


Surat keterangan domisili anak juga sempat membuat saya bingung. Seharusnya dari Kartu Keluarga saja sudah terlihat bahwa anak tinggal bersama orangtuanya, yang mana artinya anak berdomisili di tempat yang sama dengan orangtuanya. Petugas di kantor kelurahan juga bingung waktu saya mintai surat keterangan domisili. Akhirnya saya mengarang saja format suratnya, dan meminta tanda-tangan petugas kelurahan. Beres deh. Situ maunya mbulet, saya ngarang aja deh biar cepet.

Dokumen untuk pengajuan paspor anak-anak beres, ada lagi yang membuat dokumen yang saya ajukan tidak langsung lolos dari meja pemeriksa berkas di kantor Imigrasi. Masalahnya, status saya di KTP masih sebagai karyawan swasta, sedangkan saya sekarang sudah tidak bekerja kantoran lagi. Melihat status karyawan swasta, pihak Imigrasi meminta surat rekomendasi dari kantor tempat saya bekerja. Ketiwasan … (bekas) kantor saya kan di Jakarta, sedangkan saya mengajukan paspor di Jogja. Belum lagi saya memang sudah tidak bekerja lagi. Apakah artinya saya harus mengganti KTP ? Petugas menyarankan saya membuat surat pernyataan pergantian status pekerjaan yang ditandatangani pihak Kecamatan. Artinya saya harus minta surat pengantar ke pak RT, Pak Dukuh dan dibuatkan surat oleh pihak Kelurahan untuk kemudian ditandatangani Kantor Kecamatan. Walah, segitu ribetnya ya ? Gak mau kalah dengan Facebook, status di KTP-pun harus selalu update. Lagi-lagi saya berimprovisasi mengarang surat keterangan pergantian status KTP, dan meminta petugas di Kantor Kelurahan untuk menandatangani surat yang sudah saya ketik. Lagi-lagi dokumen saya lolos berkat kreativitas mengarang bebas.


Untuk menyiapkan dokumen yang diminta, saya perlu waktu setengah hari sendiri. Sebenarnya bisa saja saya gak mau repot dengan menyerahkan berkas pada orang untuk “dibantu”. Tapi karena ingin tahu alur pembuatan paspor, saya bertahan dengan mengurusnya sendiri. Tak mengapa harus bolak-balik kantor Kelurahan dan Kantor Kecamatan, asalkan lewat jalan yang baik benar. Akhirnya setelah menunggu lebih dari 20 menit, sambil mengawasi tumpukan map saya agar tidak diserobot pemohon lain, nama saya dipanggil dan dikasih jadwal foto dan wawancara tertanggal 3 hari kemudian. Lega, satu step terlewati.

Kalau bisa judes, kenapa harus ramah ?
Di pagi hari yang dijadwalkan untuk foto dan wawancara, saya sudah siap bersama anak-anak, menunggu dipanggil. Semakin pagi datangnya, semakin pendek pula antriannya. Acara foto berjalan lancar, meskipun untuk pemotretan anak kedua petugasnya mengulang foto berkali-kali. Apa pasal ? Rupanya anak saya tersenyum terus lihat kamera, konon katanya gak boleh senyum ya ketika berfoto untuk paspor ? Hasilnya ? foto anak-anak oke banget, terlihat segar dan tersenyum ceria. Sedangkan saya, seperti biasa foto setengah badan saya gak pernah bener. Di KTP ataupun SIM juga begitu. Wajah menjadi cembung karena difoto dalam jarak terlalu dekat, tidak sempat tersenyum manis dan rambut lepek keringetan (saya belum berjilbab waktu itu).



Bagian wawancara yang membuat saya agak kesal. Melihat status pekerjaan saya yang “hanya” ibu rumah tangga, dicecarlah dengan pertanyaan-pernyaan menyudutkan seperti “Mau ngapain keluar negeri ?”, “Suaminya mengijinkan pergi gak?”, “Berapa lama di sana”, dll. Lah…emang kenapa kalau ibu rumah tangga bepergian ke luar negeri ? gak boleh ? Karena males berdebat, saya tunjukin aja tiket pesawat pulang pergi. Mingkem deh si ibu yang mewawancarai. Langsung tanda tangan, dan menyuruh saya kembali 3 hari lagi.



Tiga hari kemudian, 3 paspor sudah ada di tangan, sementara perjalanan baru akan dimulai 3 bulan mendatang. Banyak sekali angka 3-nya ya ?
Ya, meskipun perjalanan bikin paspor ternyata tidak semulus bayangan, tapi bangga lho berhasil melewati tahapan pertama persiapan ke luar negeri tanpa calo. Yang penting selain modal sabar kita juga harus ngoprak-ngoprak petugas pelayanan, karena kadang kalau gak ditanya mereka memilih jalan dengan kecepatan super pelan ketika melayani kita. -shant-

Wednesday 9 February 2011

Berburu Tiket Murah ke Eropa

“Suwun sanget mbak Tita, telah berkenan mengajak saya bergabung di blog ini”, itulah kalimat pertama yang ada dipikiran saat ingin mulai menulis.

Sebelum bercerita tentang rencana Euro trip saya dan Reyhan dalam waktu dekat ini (semoga Allah mengijinkan), terlebih dahulu ingin saya tulis bagaimana excited-nya saat terima inbox di account fesbuk dari travel book writer favorit saya yang tak lain adalah Matatita (nama bekennya), saat itu Jumat 21 Januari 2011 saya dalam perjalanan pulang ke Bandung usai wawancara permohonan Visa Schengen di Kedutaan Belanda. Seolah mimpi di siang bolong, saya ulang beberapa kali membaca isi pesannya untuk meyakinkan apakah ada kesalahan baca atau tidak. Isinya tetap sama, yang intinya mengajak saya menulis buku bareng tentang traveling with kids yang akan mbak Tita terbitkan sendiri. Mengingat, menimbang dan akhirnya saya memutuskan (hehe belaga surat resmi yak) untuk menerima tawaran itu.

Mengingat….beberapa bulan yang lalu tepatnya tanggal 8 November 2010 sesuai tulisan saya di buku Eurotripnya mbak Tita (saya terbiasa menuliskan tanggal pembelian di tiap buku yang dibeli), saat itu spontan terlontar dari mulut mungil ini (hihi numpang narsis disini) “aaahhhhh…..andai saja bisa mendokumentasikan setiap travel bersama Reyhan dengan cara seperti ini” (sambil menunjukkan buku Euro trip kepada teman yang saat itu menemani ke toko buku). Dan dialah orang pertama yang mengetahui tawaran mbak Tita, Ini seperti magical sentence dan menjadi miracle di awal tahun kelinci emas ini bagi saya. Gusti, tak ada sesuatu yang terjadi tanpa ijinMu dan kejadian ini saya maknai sebagai kesempatan emas yang tak boleh dilewatkan. Kesempatan untuk belajar lebih dan lebih lagi.

Mundur ke tahun 2010 (tanpa perlu mesin waktu tentunya hehe), saya dan Reyhan berhasil melakukan mandiri travel ke Malaysia dan Thailand, jiwa petualang saya tak pernah bisa berhenti sehingga merencanakan traveling untuk tahun 2011. Awalnya ada keinginan menambah koleksi kunjungan ke Negara Asia, sempat terpikir Jepang/Korea/Kamboja/Vietnam/India. Mulailah sejak saat itu memperpanjang jam ‘kencan’ bersama um gugel untuk mendapat info seputar negara-negara tersebut. Tapi akhirnya pencarian terhenti saat tak sengaja saya temukan tulisan mas Alisanta tentang wisatanya ke Eropa bersama istri selama 15 hari hanya menghabiskan budget 49 juta rupiah. Akomodasi dan destinasinya cukup menarik (dalam arti bukan backpack style tapi bukan pula memakai gaya para ‘traveler kurang cerdas’).

Singkat waktu saya langsung ‘berpaling’ dari Asia ke Eropa setelah mengetahui dan mempertimbangkan berbagai hal, tentu keputusan ini juga telah mencapai kesepakatan dengan Reyhan. Saya memang terbiasa berdiskusi tentang hal ini karena tak ada artinya bila dia tidak merasa enjoy menjalaninya.

Destinasi telah ditentukan maka perburuan tiket promo dimulai, saya mendaftar sebagai member beberapa penerbangan ke Eropa dengan tujuan mendapat email bila ada penawaran khusus. Diantaranya KLM, Luthfansa dan Turkish. Anggaran untuk Tiket 2 orang PP sebesar Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Hari, minggu, bulan….ada beberapa email masuk tentang penawaran tiket promo tapi harga masih di kisaran USD 835 – USD 900/ orang PP. Harga masih diatas yang telah dianggarkan.

Tanggal 19 Mei 2010, beep…beep… nada dering sms masuk terdengar di ponsel. Pengirimnya HSBC (saya pemegang Kartu Kredit Air Asia HSBC), isi sms adalah memberi informasi tentang adanya kursi gratis ke berbagai destinasi dan harga promosi untuk destinasi lainnya. Keuntungan sebagai pemegang kartu tersebut adalah memiliki kesempatan booking lebih awal (1atau 2 hari sesuai ketentuan pihak Air Asia sebelum mereka ‘melempar’ secara umum).

Tanpa membuang waktu, sepulang dari kantor jam 17.30 langsung buka laptop dan searching tiket promo KL-STN (Kuala Lumpur-Stansted London). Saat itu belum ada destinasi KL-Paris. Tidak mudah dan memerlukan kesabaran juga strategi untuk mendapatkan tiket promo tersebut. Saya search semua tanggal sesuai periode keberangkatan (tertera jelas di website-nya). Mencatat semua tanggal dengan harga rendah, lalu dicocokkan dengan jadwal cuti tahunan kantor dan kalender akademik sekolah Reyhan. Akhirnya saya mendapat tanggal yang pas walau bukan merupakan harga terendah.

Proses booking diulangi lagi sesuai tanggal yang telah cocok tadi dan berharap harga masih seperti semula, karena terkadang selisih waktu hitungan menit saja harga langsung berubah karena tentunya bukan hanya kita yang melakukan ‘perburuan’. Kejadian itu pernah saya alami saat booking kursi gratis ke singapura tahun 2009. Oleh karena itu kita harus cepat membuat keputusan untuk melakukan pembelian atau tidak.

Mengingat Air Asia sebagai pesawat low cost maka kita harus cermat mengamati rincian harga yang tertera. Karena sebelumnya terbiasa menggunakan Garuda Airline yang harga tertera merupakan nett price, maka lain halnya dengan Air Asia. Oleh karena itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- Pajak bandara tidak termasuk dalam harga, yang besaran rupiahnya berbeda tergantung destinasi dan airportnya
- Bagasi belum termasuk di harga tiket, jadi baiknya kita bisa mempertimbangkan untuk membeli layanan ini atau tidak sesuai kebutuhan
- Pilihan kursi, untuk hot seat kita harus membayar lebih. Hot seat memiliki ‘legroom’ yang lebih luas dibanding kursi standar
- Pembelian makanan, Air Asia tidak memberikan makanan ataupun minuman secara cuma-cuma dan jangan heran bila dalam pesawat pramugari akan ‘menjajakan’ makanan dan minuman dengan harga yang tentu cukup fantastik. Awalnya saya juga tidak mengetahui hal ini, dan secara santai order beberapa jenis makanan dan minuman . (sambil menahan tawa akhirnya saya bayar saat pramugari menyebutkan jumlah rupiahnya, tapi hal itu mengundang omelan Reyhan yang mengatakan di dalam pesawat kok ada pedagang asongan ya mami)

Dengan pertimbangan penerbangan KL-STN yang membutuhkan waktu tidak sebentar, maka saya memutuskan membeli hot seat karena khawatir Reyhan ‘rewel’ dan ‘ngomel’ kalau dia tidak mendapatkan posisi duduk yang nyaman. Selain hot seat saya juga membeli layanan bagasi juga asuransi. Total harga (termasuk pajak bandara dan special request : hot seat, bagasi dan asuransi tadi) setelah di kurs dalam mata uang Rupiah menjadi jreng …. jreng…..Rp. 11.500.000,00 (Sebelas juta lima ratus ribu rupiah untuk 2 orang PP. Yeeeeeeeeees lebih rendah dari harga yang ditargetkan. Pembayaran menggunakan Kartu kredit dan dicicil 10 bulan jadi persis lunas saat menjelang keberangkatan. Ini membuat saya merasa tak pernah mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk pembelian online tiket ini hehehe. Oya bila dibandingkan harga tiket saat ini dengan tanggal penerbangan yang sama persis didapat harga kisaran Rp. 20.000.000,00 (Dua puluh juta rupiah) ini belum termasuk pembelian layanan bagasi dan hot seat. Hmm… artinya saya menghemat sekitar 50% dari harga normal.

Tiket murah ke Eropa telah didapat, selanjutnya akan saya bagi pengalaman berburu tiket promo dari Bandung ke Kuala Lumpur. Tapi tidak sekarang yaaaaa…..

Please….untuk penulisan pertama ini mohon dengan sangat agar dimaklumi kalau masih jauh dari kategori easy reading (mulai krisis PD nih). Satu hal ingin saya sampaikan sebelum berhenti menekan tombol keyboard di hadapanku, bahwa traveling yang kami lakukan sejak Reyhan balita bukan semata untuk hura-hura atau just for fun tapi tetap memiliki tujuan untuk ‘open his mind’, bahwa dunia ini sangat luas dan Allah menciptakan begitu banyak keindahan juga keberagaman. Dari situ kuharap Reyhan lebih mengenal dan menjaga ciptaanNya, memiliki kemandirian, wawasan dan pergaulan yang luas, belajar berbagai budaya, toleransi, disiplin, memiliki fighting spirit, serta masih banyak manfaat lain dari traveling.

Wednesday 2 February 2011

ayo jelajah nusaraya..!

Losari Beach, Makassar

Bertempat tinggal di kota wisata nomor 2 di Indonesia, Yogyakarta, terkadang membuat saya jadi bingung mencari destinasi liburan long weekend, selain ke Ubud Bali. Di saat yang lain pengin long weekend-an di Jogja, saya enaknya ke mana ya? Ke Bandung? Ah, males wisata fashion. Ke Malang? Pengin sih, tapi mendingan nanti aja kalo Baby Bindi udah jadi kid alias udah gedean. Ke Jakarta? Kayaknya kok nggak keren liburan ke Jakarta. Hehehe...!


Liburan ke luar negeri? Bindi memang sudah punya passport dan sudah punya tiket promo Air Asia untuk ke Singapore bulan April 2011 nanti. Selain Singapura, negara tetangga yang baby friendly alias nyaman buat jalan-jalan sama si kecil, kayaknya kok nggak ada. Hong Kong? Oke juga sebenarnya, tapi kejauhan kalo buat long weekend 4D3N. Kuala Lumpur? Itu juga mirip-mirip Jakarta. Paling nanti ke Petronas dan main di mall atau liat aquarium di KLCC. Ke Bangkok? Hhmm... enggak worth buat Bindi deh kayaknya. Negara-negara tetangga lain dari tiga yang saya sebut jauh lebih nggak nyaman kondisinya buat jalan-jalan bawa anah umur 15 bulan.


Setelah saya renung-renungkan, ternyata memang Jogja is the best kok. Weekend-an jelajah candi-candi pasti seru dan nggak ada habisnya. Hobi ini sudah kami lakukan sejak Baby Bindi umur 6 bulan dan sempet terhenti setelah Merapi meletus. Padahal kami belum sempat ke Borobudur. 


Selain 'jajah Jogja milang kori" (jelajahi kota Jogja), target jalan-jalan jauhnya Baby Bindi adalah ke luar pulau Jawa, biar lebih kenal beragam Budaya Nusantara. Ke Bali sudah dua kali. Pengin ke timurnya lagi, ke Lombok suatu saat nanti. Ke Makassar sudah pernah sekali. Kapan-kapan pengin dilanjut ke Pare-Pare nengokin adiknya Edo yang bertugas di sana sekalian wisata budaya ke Toraja. Sebenarnya waktu ke Makassar kemarin sudah merencanakan hal ini, tapi karena butuh waktu liburan minimal seminggu, saya lantas menundanya. Ke Borneo? Pengin sekali ngajakin Baby Bindi ke pedalaman Kaltim, tinggal di rumah panjang (lamin) suku Dayak. Saya kan pernah tinggal di sana selama sebulan jaman jadi mahasiswa Antropologi dulu. Semoga suatu hari angan ini terwujud.


Saya juga pengin ajak Baby Bindi ke belahan Borneo lain, ke Pontianak. Kebetulan ada kerabat yang barusan dipindah tugas ke Pontianak awal Januari 2011 lalu. Tadinya juga, long weekend imlek ini pengin ke sana. Tapi karena ada deadline pekerjaan dan tiketnya jadi melejit karena etnis Tionghoa di Pntianak dan Kalbar pada imlekan. Ya sudah ditahan saja, masih bisa kapan-kapan kok.


Eh ndilalah, kok ya tadi pagi sahabat saya kirim inbox mengabarkan rencana pernikahannya. Sahabat saya itu, asalnya dari Banjarmasin. "Acaranya di Banjar bukan? Kalau di Banjar aku mau dateng sekalian ajak Baby Bindi." Balas saya bersemangat. Semangat yang full power, lha wong barusan nyalain komputer pagi-pagi di kantor, login ke FB, dan menemukan notifikasi di inbox. Sambil berbalas-balasan lewat inbox, saya membuka website Lion Air yang melayani penerbangan direct Jogja - Banjarmasin (dulu ada Mandala). Juga nelpon Edo menyampaikan niatan ini yang langsung di-acc. Nggak sampe 15 menit kemudian, saya kirim konfirmasi e-ticket itu ke sahabat saya sambil mengancam, "awas kalo gak jadi kawinan tanggal itu!" Malah dia yang shock karena nggak nyangka dalam waktu sekejap saya sudah punya tiket bertuliskan nama saya, Edo, dan Baby Bindi. Belum tahu dia, ya begini inilah yang disebut gayung bersambut.


So, Baby Bindi is going to South Borneo at the end of this month.

*

Sunday 30 January 2011

plesiran bareng baby itu irit kok!

Baby Food dari Garuda Indonesia

Ngajakin plesiran baby/infant (under 2 years) itu sebenarnya irit loh. Yuk, kita itung-itungan. Biaya transport dan akomodasi yang menyedot dana terbesar selagi traveling, nggak berlaku buat baby. 

Akomodasi jelas free karena hotel biasanya memberlakukan tarif sewa kamar untuk berdua dan free for kids under 10 years old. Biaya transport jika menggunakan moda transportasi darat juga free. Naik kereta dan bus nggak bakalan di-charge. Sementara kalao naik pesawat, jauh deket tarif infant berkisar antara 120-150 ribu (tergantung airline). Tarif ini berlaku flat alias pukul rata, enggak kayak tarif emak dan bapaknya yang mengikuti jenis tiketnya.

Meskipun infant cuma bayar 120 ribu, tapi di pesawat dapat jatah konsumsi yang nggak kalah sama orang dewasa (tentu saja yang ini hanya berlaku buat airline yang memberi fasilitas konsumsi untuk penumpang). Misalnya, saat Baby Bindi naik Merpati Airlines dari Jogja - Makassar return. Baby Bindi juga dapat satu dos isi makanan komplit (bukan snack) seperti jatah emak dan bapaknya. Memang sih itu nggak bakal kemakan sama Bindi karena nasinya kurang lunak, tapi kan lumayan buat nambahin jatah emak dan bapaknya. Hihi...!

Yang asyik kalo naik Garuda (itu sudah pasti). Ternyata Garuda punya menu khusus buat infant, yaitu 2 botol makanan bayi merk Heinz. Sedaapp...! Harga satu botol Heinz baby food di supermarket antara 22 - 32 ribu. Untuk dua botol itu anggep aja 50 ribu. Padahal Baby Bindi cuma bayar tiket Garuda ke Bali 130 ribu sekali jalan. Kalau dikurangi 50 ribu buat jatah konsumsinya, berarti cuma sekitar 80 ribu yang masuk ke airline.


Itu pun nggak semua. Karena masih ada gift lainnya dari Garuda untuk infant flyer ini, yaitu satu paket berisi diapers, bedak jonhson ukuran kecil, satu saset tissue basah, satu lembar perlak plastik ukuran mini, dan juga mainan bebek-bebekan dari karet yang bisa bunyi cit-cit-cit. Saya kurang tahu persis berapa biaya produksi untuk satu paket gift itu. Mungkin sekitar 25-50 ribu kali ya. 

Nah, kalo begitu semakin kecil lagi jatah rupiah yang masuk ke airline. Bisa dibilang, nol rupiah alias pihak airline nggak terlalu ngarep pemasukan dari infant flyer ini. 
Setelah transport dan akomodasi, aksi hemat traveling with baby ini masih berlaku di daerah tujuan. Buat masuk-masuk ke tempat wisata, biasanya bayi nggak perlu bayar tiket.Kalo ada yang memberlakukan tiket buat bayi, mari kita komplain seperti pengalaman saya saat ngajak Bindi ke Trans Studio Makassar

Oh ya, Based on my experience, traveling with Baby Bindi itu bikin saya nggak tergoda bela-beli yang aneh-aneh. Di Ubud misalnya, biasanya saya suka bela-beli craft aneh-aneh buat pajangan rumah, eh waktu sama Bindi, saya nggak beli apapun. 

Alasannya sederhana, pertama nggak ada waktu karena buat ngurusin Bindi sejak bangun tidur sampe kemudian saatnya jalan-jalan udah menghabiskan energi. Kedua, nggak nyaman banget ngajak Baby Bindi milih-milih craft, entar malah tangannya beraksi mberantakin dagangan orang kan bikin celaka. Ketiga, terlalu menikmati kebersamaan dengan Bindi sampe nggak kepikiran mikiran napsu pribadi. Hihii...!

Nah, sekarang ketahuan kan, emang irit. Jadi, nggak ada alasan buat nggak ngajak si kecil jalan-jalan kan? Mumpung dia masih infant under 2 years, yuks ajakin traveling. Kalo udah di atas 2 tahun udah bayar full tiket pesawatnya loh. Hehehe...!!!!

kuliner nusantara isn't a baby friendly destination

Baby Bindi terlelap di Bali Zoo resto

Kalo lagi plesiran sama Baby Bindi, saya dan Edo nyaris nggak pernah makan bersama dalam satu meja. Makannya musti bergantian. Kalo saya yang duluan makan, berarti Edo yang jagain Bindi, biasanya diajak jalan-jalan. Begitu saya selesai makan, gantian saya ambil alih Bindi. Kalau kebetulan waktu makan kami bersamaan dengan waktu makannya Bindi, seringnya pas makan siang,  barulah kami bisa duduk semeja bertiga. Saya nyuapin Bindi duluan dan Edo makan menunya. Begitu Edo dan Bindi selesai makan, mereka jalan-jalan sementara saya gantian yang menyantap makanan.

Terkecuali kalo ngepasin jam makan, Baby Bindi lagi tertidur. Ini kesempatan emas yang nggak kami sia-siakan untuk menikmati menu pilihan yang mak-nyus. Mumpung si kecil lagi terlelap, emak dan bapaknya puas-puasin makan yang enak-enak. Hehe...!

Demi kenyamanan Baby Bindi yang terpaksa nungguin emak dan bapaknya gantian makan, kami suka pilih-pilih tempat makan. Sokur-sokur yang ada garden dan kolam ikan, jadi Bindi bisa enjoy main-main selagi kami gantian makan. Apes-apesnya kami pilih makan di mall yang adem dan enak buat strolling juga. Kalo sudah begini, soal pilihan menu jadi nomor dua. Sing penting wareg, nggak perlu kuliner-kulineran deh.

Tapi sesekali pernah juga kami 'maksa' Bindi wisata kuliner nusantara. Waktu di Makassar, saya ajakin Edo makan Konro Karebosi dan ikan bakar Lae-Lae. Niatan saya sebenarnya mulia, karena ini kali pertama Edo ke Makassar, sementara saya udah sering. Masak enggak nyobain kuliner Makassar sih? Padahal kan banyak ragamnya, dari konro, mie titi, sup kepala ikan, dll..dll...

Begitu nyampe di Konro Karebosi, saya dan Edo baru sama-sama tersadar, bahwa warung ini nggak baby friendly. Coba saja lihat, pengunjungnya buanyak,tempat duduknya terisi semua, musti nunggu sebentar untuk bisa duduk, sudah begitu asapnya mengepul nggak nyaman banget buat si kecil. 

Saat bergantian makan pun juga kurang nyaman, karena nggak ada tempat buat jalan-jalan sama Baby Bindi. Keluar warung udah jalan, panas pula kalo siang. Sementara di dalam warung juga padat. Alhasil, konro yang biasanya terasa nikmat kalo saya santap sendiri pas lagi ke Makassar, kali ini berasa sama sekali nggak ada enak-enaknya. Makannya musti buru-buru karena kasian sama Baby Bindi. Hiks..!

Sejak itu kami mencoret daftar kuliner nusantara dalan tiap family trip kami. Mendingan makan di restoran atau di mall yang nyaman buat si kecil. 




Friday 28 January 2011

free for infant, tapi pake eyel-eyelan


awal desember lalu baby bindi jalan-jalan ke trans studio makassar. meski belum banyak wahana yang baby friendly, tapi lumayanlah..bindi bisa liat aneka permainan dan juga jalan-jalan di theme park studio yang luas dan adem.

oh ya, saat mau beli tiket, saya sempet nanya ke petugas, apakah bayi juga harus bayar tiket. lalu petugas tiket menyuruh saya nanya ke petugas pemeriksa tiket yg berjaga di gate, pintu masuk. "harus bayar full," katanya. bayi yang berumur 4 bulan ke atas harus bayar seperti orang dewasa. saya kaget, masa bayi belum bisa jalan dan tidak mungkin menikmati semua wahana yang disediakan juga harus bayar full? yang bener aja. di luar negeri biasanya free for infant, 50% for kids, dan full payment for adult.

lalu saya bertanya pada petugas di ticket booth lagi, "yang bener aja mbak, masa bayi bayar full?" lalu mereka bingung sendiri. saya di suruh nunggu beberapa saat. si mbak itu bolak-balik menghubungi orang-orang yang dianggap bisa membuat keputusan.
setelah sekian lama menunggu, barulah si mbak bilang bahwa bayi gak perlu bayar. saya pun melenggang dengan senang menuju pintu masuk. "sudah ada tiket untuk bayinya?" tanya petugas pintu masuk. saya terkaget. "lho, tadi dibilang free tuh?" si mbak petugas menggeleng, "harus punya tiket sendiri," katanya maksa. saya jadi sebel, "oke, mbak ke sana aja, tanya ke petugas di ticket booth ya," males dong kalo saya disuruh bolak-balik.

finally sih, dapet free for infant. tapi pake nunggu lama dan pegel. hiks..!